

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "In sya’ Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS AL Kahfi 23-24)
Temans, mari mengambil ibroh dari kisah ini.
Sulaiman ‘alaihissalam adalah salah seorang Nabiyullah yang shalih dan raja
yang Mujahid. Allah SWT memberinya
kerajaan yang besar. Ia menggemari jihad, dan senantiasa memperhatikan pasukannya.
Sulaiman adalah raja diraja. Ia
miliki segala hal yang diinginkan manusia:
Kenabian, Kekayaan, Kekuasaan. Memiliki segalanya, bahkan permaisuri pun 99
orang jumlahnya. Hidupnya nampak penuh
bahagia. Tak ada yang lebih baik darinya. Namun ia puya obsesi, menjadikan negrinya tak
terkalahkan dengan tentara robbani yang taat mengabdi.
Maka suatu saat dengan
percaya diri ia kumandangkan tekadnya :
"Aku akan menggilir Sembilan puluh
Sembilan isteriku dalam semalam, yang kesemuanya akan melahirkan anak laki-laki
yang berperang fii sabiilillah”.
Beliau sang Nabi merindukan generasi yang hebat, maka
sebuah tekad yang dahsyat pun dilantunkan. Namun sayang, ia lalai mengucapkan in sya’ Allah, Jika Allah menghendaki.
Kesibukan telah melalaikan meski ia telah diingatkan.
Maka kehendak Allah jualah yang
terjadi. Dari 99 istrinya, hanya seorang
yang mengandung putranya. Setelah lahir, ternyata sang bayi mengalami
kecacatan, yang digambarkan dalam hadis ‘setengah manusia”. Maka diletakkanlah
bayi itu di atas kursi Sulaiman, dan melihat hal tersebut Nabi Sulaiman pun
menyesal dan bersedih mengingat ucapannya terdahulu. Inilah yang digambarkan
dalam surat Shod ayat 34. Allah SWT
berfirman mengisahkan :
“dan Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan dia
(anaknya) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yg lemah cacat) kemudian
ia (Sulaiman) bertaubat”.
Tujuannya begitu mulia,
menginginkan generasi hebat pejuang fii sabilillah. Namun beliau lalai melaksanakan tuntunan “sekedar”
mengucapkan in sya’ Allah.
Bagi kita
mungkin ini “sekedar” ucapan lidah.
Tetapi pengucapannya menunjukkan pengakuan kita, bahwa Allah adalah
segala Maha. Tak ada yang akan terjadi
atau tidak terjadi tanpa ijinNya.
Maka demikianlah, Sulaiman as
menyadari kesalahannya. Lalu ia
bertaubat ;
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan
yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Pemberi“ (QS Shod 34-35)
Maka demikianlah, sejarah
mencatat Sulaiman as sebagai raja diraja tak hanya bagi manusia, namun angin,
burung dan jin pun menjadi pengikutnya,
tunduk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“In sya’ Allah”, bukan hanya sekadar kata tanpa makna. Pengucapannya memberikan pengakuan bahwa kita
sebagai hamba tak mampu mencapai sesuatu tanpa kehendakNya.
Maka mengucapkannya adalah dengan
harapan bahwa Allah akan meridhoi apapun yang Dia kehendaki, bukan sebagai alasan untuk menolak
kehadiran, atau menolak melaksanakan. Bukan sebagai penghalus kata untuk
menghindari janji apalagi mengingkari.
Wallahu A’lam.
sumber disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar