Rabu, 14 Mei 2014

A Place To Remember : Mushola Itu

Sebenarnya ini perjalanan yang keinginannya muncul secara spontan, bukan yang betul-betul diidam-idamkan sejak lama. Tetapi setelah dijalani, banyak kenangan yang kemudian muncul ke permukaan.  Sedih dan senang, suka dan duka.  Aku seolah menonton kilas balik kehidupanku dengan melakukan perjalanan yang tak disengaja ini. Lalu muncullah keinginan itu. Keinginan untuk singgah di tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan kami menapakkan kaki di bumi Sriwijaya ini.

Adalah hari itu,  hari ahad di bulan Mei. Putri sulungku tengah mengikuti bimbel persiapan ujian masuk PTN, dan kos di dekat kampus Politeknik Unsri (Universitas Sriwijaya) yang terletak di kawasan sebrang Ilir, ujung barat kota, di daerah Bukit Besar. Sementara adiknya yang ketiga, seorang putra,  setahun belakangan tinggal bersama keluarga kakakku di Sebrang Ulu, belahan timur kota ini. Daerah ini disebut Plaju. Kebetulan dia sedang libur dan pulang ke rumah kami di Muara Enim selama seminggu. Hari itu aku berencana mengantarnya ke tempat Oomnya, dan kami menyempatkan diri singgah ke tempat si sulung di Bukit Besar.  Setelah dari sana barulah kami akan berangkat menuju Plaju tempat tinggal kakakku.

Angkot biru berjalan pelan menyusuri jalan sambil mencari penumpang. Siang yang terik. Kota Palembang tengah terpanggang keganasan mentari yang menyala garang di ketinggian berjarak ratusan juta km dari bumi. Kulirik jam digital di dashboard angkot. 13.35. beberapa kali angkot menaik-turunkan penumpang. Kuperhatikan, rute angkot ini ternyata masih sama dengan yang kulalui dulu.

Dulu, duapuluh tahun yang lalu, aku memulai hidup yang baru bernama keluarga. Dapatkah kau bayangkan, sepasang pengantin baru, naik turun angkot, menyusuri jalan demi jalan berdua, untuk mencari sesuap nasi secangkir berlian J. Romantis, bukan? Ah ya, aku lupa menjelaskan.  Kami bukan pegawai negeri. Kami saat itu adalah pegawai yang tinggal dan mengabdi di sebuah lembaga pendidikan di Kabupaten Ogan Ilir, dengan jam kerja cukup fleksibel. Dan rute Bukit-Ampera atau sebaliknya adalah rute yang paling sering kami lewati jika ke kota.

Tetapi meski rutenya sama, bangunan di sekitarnya tampaknya sudah banyak berubah. Di sekitar Unsri Bukit aku mencari-cari toko pempek dan es puter langganan kami dulu, Bang Udi, ternyata sudah tak ada, entah sudah pindah kemana beliau. Bank BNI Unsri ternyata sudah pindah, menggeser dekat gedung Pasca Sarjana. Bahkan gedung pertanian tampaknya baru selesai dibangun. Oh ya, Unsri sekarang sebagian besar sudah pindah di Ogan Ilir.  Gedung disini digunakan untuk Politeknik dan Pasca Sarjana.

Angkot masih berjalan pelan. Di jalan Tasik terlihat Kambang Iwak Family (KIF) Park. Kawasan KIF dan sekitarnya sudah menjadi public space yang cukup nyaman untuk jogging dan refresing keluarga dan banyak komunitas, dengan banyak fasilitas umum. Di kawasan ini sekarang berlaku car free day pada hari Minggu. Juga sudah ada beberapa resto terkenal yang membuka cabang di seputaran jalan ini.

Melewati jalan Merdeka angkot lalu memutar menuju kawasan Benteng Kuto Besak (BKB). Benteng peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam ini kini difungsikan sebagai Markas Kodam II Sriwijaya. Dari Luar tampak indah dengan rumput dan taman yang  tertata rapi. Di sisi sebelah kanan jalan adalah Sungai Musi. Ah, aku ingat. Dulu di pinggir jalan yang bersisian dengan sungai Musi ini adalah pasar buah.  Pisang bertandan-tandan berbagai jenis, semangka, pepaya dan hasil buah masyarakat yang diangkut dengan perahu mereka jual disini.  Sekarang daerah ini sudah menjadi pelataran BKB, yang sering digunakan untuk hiburan rakyat. Juga sudah ada tempat-tempat bersantai sekedar menikmati sore di sekitaran Ampera. Juga terdapat dermaga tempat kapal wisata milik pemerintah bersandar. Pemerintah memang berupaya menghidupkan wisata bahari di kota yang terkenal dengan Sungai Musi ini. Juga tampak perahu-perahu motor dengan warna warni yang cerah. Dari sini Jembatan Ampera yang masyhur ini terlihat jelas tanpa penghalang.

ini kenapa fotonya mak Ida yang dipasang ya..
fotonya pinjam disini
Angkot berhenti persis di samping tenda besar di pelataran BKB. Tampaknya sedang ada pameran disitu. Tapi aku justru tertarik melihat mobil-mobil mini yang bisa dikendarai yang ditawarkan pemiliknya untuk disewakan.  Kutawarkan putraku untuk menyewa. Dan anak kelas 8 SMP itu dengan tersenyum menjawab:

“Ah, umi ini, emangnya aku masih kecil”.

Kutatap dirinya. Ah, ya. Kau sudah besar ya nak. Dulu, duapuluh tahun yang lalu, umi kesini bersama ayahmu. Pelataran tempat bersantai ini belum ada.  Permainan yang ditawarkan, dermaga, bahkan kapal pesiar wisata, itu juga belum ada. Dulu kami menggunakan perahu ketek (speedboat) untuk menyebrang dari Sebrang Hulu ke Hilir di bawah jembatan Ampera, sekedar untuk memuaskan rasa penasaran dan pengalaman.  Paling tidak sekarang umi bisa bercerita padamu, bahwa dulu umi pernah dengan seru menyeberang disini dengan perahu motor itu.

Kami berjalan kaki mencari angkot merah jurusan Plaju. Angkot ini melewati jalan di bawah Ampera. Ah, sudah lama sekali aku tidak melalui jalan ini.  Jalan-jalan ini menyisakan kenangan yang takkan pernah terlupakan.  Meski sekarang sudah berganti wajah, kenangan itu tidak terkubur bersama cantiknya taman-taman di bawah jembatan Ampera ini. Aku melihat musholla sempit itu.  Musholla di tengah pasar yang aktivitasnya nyaris tak pernah berhenti.  Musholla dimana kami berdua -aku dan suamiku- sering sholat ketika melalui perlintasan hari yang diselingi suara azan saat kami melaluinya. Tempat kami beristirahat sejenak dan membicarakan rute tujuan, atau memeriksa daftar belanjaan, atau sekedar memandang kesibukan orang-orang di luar pagar musholla.

fotonya pinjam disini
Tempat inilah yang ingin kudatangi kini. Tempat yang menjadi saksi sebagian perjalanan hidup bersama suami tercinta. Musholla sempit di bawah Jembatan Ampera.  Mukena-mukena tergantung rapi. Kamar mandinya bersih dengan air yang selalu lancar mengalir.  Cleaning servis-nya selalu sigap membersihkan. Dan selalu ramai oleh pedagang dan pembeli, ataupun orang yang kebetulan lewat seperti kami, yang menyempatkan diri untuk sholat, sebelum melanjutkan perjalanan menunaikan kewajiban. 
ini fotonya pinjem juga disini
karena waktu jalan ga sempat ngambil foto aslinya

Saat selesai sholat, seringkali aku memandang riuhnya kehidupan pasar yang saat itu juga dijadikan terminal angkot.  Lalu lalang orang yang silih berganti berjalan.  Teriakan para pedagang kaki lima, pedagang asongan, teriakan para kernet mencari penumpang, derum mobil yang hampir tak pernah berhenti. Mereka adalah orang-orang yang gigih memperjuangkan kehidupan.  Dan banyak diantara mereka yang menghadapi kerasnya kehidupan disitu, yang kemudian mengambil jeda untuk menyambut panggilan Allah, manakala azan di musholla sempit ini berkumandang melalui speaker di atasnya. Tidak hanya kehidupan di dunia yang mereka perjuangkan, namun juga kehidupan kelak di akhirat.

Lihatlah nak, lihatlah orang-orang di musholla itu. Mereka sibuk mempertahankan kehidupan, mencari nafkah untuk keluarganya.  Namun Allah sang pencipta, tetap yang utama, dimanapun dan kapanpun. 

Demikianlah.  Perjalanan seringkali membawa kita pada keinsyafan akan tujuan dan makna hidup.  Benarlah wasiat Imam Syafi’i :

“Bepergianlah dengan penuh keyakinan. Niscaya engkau akan temui 5 kegunaan yaitu, ilmu, adab, pendapatan, penghilang kesedihan, dan persahabatan sejati”

Matahari semakin condong ke barat.  Kami segera beranjak menuju angkot merah jurusan Plaju.  Perjalanan mesti diteruskan. 

Tulisan ini diikutkan dalam GA-nya mak Nurulnoe "A Place to Remember"





       

12 komentar:

  1. Kenangan sebuah hal yg slalu hadir di ruang hati..:)
    Ini url saya mak, tp bukan tentang kenangan:)
    http://erlinafitriani.blogspot.com/2014/05/pensiun-dengan-bni-simponi.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. yups mak..selalu hadir di ruang hati...makasih sudah berkunjung ya..

      Hapus
  2. Seneng baca postingannya.. Salam kenal mbak.. Aku tibggal di PLG lho..

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh ya..dimana palembangnya mak..manatau bisa ketemu..btw makasih sudah berkunjung ke gubukku yang sederhana ini..

      Hapus
  3. mushola dekat terminal itu bagaikan oase dipadang pasir, sejuk banget kalau masuk situ, terasa adem di pinggir kebisingan terminal atau pasar... :)

    BalasHapus
  4. iya, betul banget mak..makasih sudah berkunjung yaa

    BalasHapus
  5. Hihihi...liatnya telat nih si bunda. Ternyata udah DL tgl. 16 Mei 2014. Mudah-mudahan lain kali kalo ada GA lagi bunda di colek ya. Makasih. Oops, bukan karena manja minta dicolek, tapi emang jarang banget ngenet.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bun tgl 16..makasih udah mampir ya bunda..

      Hapus
  6. Terima kasih telah berpartisipasi di GA ini, good luck.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahh..maaf tuan rumah baru nongol makk..makasih sudah berkunjung ya makk

      Hapus