Nama besarnya sebagai pakar pendidikan sudah mendunia. Puluhan tahun hidupnya diabdikan dengan penuh
dedikasi dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa. Maka ketika ada kesempatan
bertatap muka untuk mengikuti seminarnya
di kota kecil kami tentu tak kami sia-siakan.
Kami datang di awal dan memilih tempat duduk persis di belakang sofa-sofa yang sebagaimana lazimnya
diperuntukkan bagi para pejabat. Tiba
sesi beliau menyampaikan buah pikirnya beliau berdiri (terus begitu hingga
beliau selesai) dan menyampaikannya dengan energik dan simpatik . Sungguh
rasanya beruntung sekali bisa mengikuti seminar beliau secara langsung (dan
gratis pula :-).
Hanya saja...ketika baru beberapa saat beliau
bicara, seorang siswa SMK (seperti terlihat pada badge di lengannya) jurusan
fotografi (seperti terlihat pada tanda pengenal yang tergantung di lehernya)
berdiri persis di depan beliau di bawah panggung (dan membelakangi para
pejabat) untuk mengambil foto. Beliau menegur langsung, dihadapan lebih
dari seribu peserta, dengan mikrofon
masih melekat di kerah bajunya...”hei
nak, kamu itu tidak sopan, mengambil foto membelakangi bapak-bapak
pejabat. Para pengambil foto ini
kadang-kadang merasa berhak berbuat semaunya” (kurang lebih begitulah maksud
kata-katanya).
Terus terang seketika itu dada saya berdegup kencang. Respek
akan nama besarnya sebagai pakar pendidikan
sedikit terganggu. Karena menurut saya yang awam ini, adalah tidak
mendidik rasanya kalau kita menegur kesalahan anak yang sedang belajar dihadapan begitu banyak orang. Padahal bisa jadi yang salah adalah gurunya,
karena tidak memberitahu ‘adab mengambil foto”, atau kesalahan panitianya,
karena tidak menyediakan area khusus bagi wartawan, atau mungkin kamera yang
tersedia di sekolahnya hanyalah kamera biasa yang tidak dapat mengambil foto dari jarak jauh, atau karena sebab-sebab
lainnya. Yang jelas, si anak yang merasa
malu segera berlari ke luar ruangan...entah apa yang ia pikirkan..
ooooo
Sebuah foto muncul di akun-ku, berita terbaru dari
seorang yang banyak bergelut di dunia
pendidikan dan parenting, yang page-nya sudah diikuti oleh puluhan ribu orangtua, guru, dan
pemerhati pendidikan anak. Tetapi foto
yang diunggah adalah foto dengan pose ‘menantang’ dari seorang siswa perempuan
berjilbab dengan rok tersingkap yang dipeluk dan dipegangi bagian kewanitaannya oleh seorang anak lelaki dari belakang, sementara 2 anak
lelaki berjongkok persis disisi pahanya yang terbuka. Mereka memakai seragam khas sekolahnya
lengkap, di dalam kelas, dan wajah yang
jelas-jelas nyata, tanpa di-blur sama sekali.
Banyak hal yang membuat saya langsung serasa tertohok
melihat foto seperti itu yang ditampilkan oleh seorang yang , yah, terlanjur dikenal sebagai ahlinya
pendidikan anak. Banyak pertanyaan yang
menggelayut di benak awam ini. Apakah seperti ini caranya memperbaiki karakter anak? Dengan menampilkan foto tak
pantasnya di depan umum ? bagaimana kalau ada yang mengenali? Bagaimana nanti kondisi
psikis sang anak dan orangtuanya? Juga sekolahnya yang terpampang jelas dari
seragam dan logo di bajunya? Kalaupun
foto tersebut benar adanya, apakah tak ada hak anak tersebut untuk bertaubat
dan memperbaikinya? Bagaimana jika foto
itu ternyata rekayasa? Dan jawaban atas
complain/usulan/comment orangpun tidak menunjukkan jiwa besarnya sebagai
pendidik. Sedih rasanya mendapati bahwa orang yang kita andalkan dapat
memperbaiki pendidikan, senantiasa menggaungkan pendidikan karakter dalam
banyak bahasannya,tetapi nyatanya ......
Siapapun boleh tidak setuju dengan saya. Meski saya adalah guru, saya awam teori-teori tentang pendidikan karakter. Di sekolah, kami menomorsatukan membentuk karakter penghambaan , sebagai hamba kepada Rabb-nya, dengan pembiasaan. Membiasakan sholat dhuha dan zuhur, membiasakan tilawah setiap pagi, membiasakan meminta maaf, membiasakan berlaku jujur, membiasakan mengantri, berbagi, tersenyum, dan pembiasaan lainnya, yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Harapan kami, pembiasaan ini akan menginternalisasi dalam diri, mengkristal, hingga kemudian dapat membentuk karakter kebaikan dalam diri seluruh warga sekolah, kemanapun mereka akan melanjutkan hidup nantinya.
Sebagai ibu, saya butuh banyak belajar. Tak cukup teori-teori dan konsep-konsep itu ketika sudah berhadapan dengan
objeknya. Maka saya harus terus memperbaiki
pemahaman, meningkatkan kearifan. Karena
sejatinya, menjadi orangtua adalah ladang amal, untuk mendapat pahala jariah
dari anak-anak berkarakter sholeh
sholehah hasil didikannya. Maka di pundak kita lah, beban pendidikan itu
mestinya di emban. Mari senantiasa
belajar, memperbaiki pemahaman,
meningkatkan kearifan. Semoga Allah jaga
anak-anak kita senantiasa, dimana pun mereka berada. Semoga keikhlasan kita
berganjar kebaikan dan kesholehan anak-anak kita , anak-anak didik kita, dan generasi
penerus bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar