Selasa, 08 Oktober 2013

Pendidikan Karakter, Antara Teori dan Praktek





Nama besarnya sebagai pakar pendidikan sudah mendunia.  Puluhan tahun hidupnya diabdikan dengan penuh dedikasi dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa. Maka ketika ada kesempatan bertatap muka untuk mengikuti  seminarnya di kota kecil kami tentu tak kami sia-siakan.  

Kami datang di awal dan memilih tempat duduk persis di belakang  sofa-sofa yang sebagaimana lazimnya diperuntukkan bagi para pejabat.  Tiba sesi beliau menyampaikan buah pikirnya beliau berdiri (terus begitu hingga beliau selesai) dan menyampaikannya dengan energik dan simpatik . Sungguh rasanya beruntung sekali bisa mengikuti seminar beliau secara langsung (dan gratis pula :-).   

Hanya saja...ketika baru beberapa saat beliau bicara, seorang siswa SMK (seperti terlihat pada badge di lengannya) jurusan fotografi (seperti terlihat pada tanda pengenal yang tergantung di lehernya) berdiri persis di depan beliau di bawah panggung (dan membelakangi para pejabat) untuk mengambil foto. Beliau menegur langsung, dihadapan lebih dari  seribu peserta, dengan mikrofon masih melekat di kerah bajunya...”hei  nak, kamu itu tidak sopan, mengambil foto membelakangi bapak-bapak pejabat.  Para pengambil foto ini kadang-kadang merasa berhak berbuat semaunya” (kurang lebih begitulah maksud kata-katanya). 

Terus terang seketika itu dada saya berdegup kencang. Respek akan nama besarnya sebagai pakar pendidikan  sedikit terganggu. Karena menurut saya yang awam ini, adalah tidak mendidik rasanya kalau kita menegur kesalahan anak yang sedang belajar  dihadapan begitu banyak orang.  Padahal bisa jadi yang salah adalah gurunya, karena tidak memberitahu ‘adab mengambil foto”, atau kesalahan panitianya, karena tidak menyediakan area khusus bagi wartawan, atau mungkin kamera yang tersedia di sekolahnya hanyalah kamera biasa yang tidak dapat mengambil  foto dari jarak jauh, atau karena sebab-sebab lainnya.  Yang jelas, si anak yang merasa malu segera berlari ke luar ruangan...entah apa yang ia pikirkan..

ooooo

Sebuah foto muncul di akun-ku, berita terbaru dari seorang  yang banyak bergelut di dunia pendidikan dan parenting, yang page-nya sudah diikuti  oleh puluhan ribu orangtua, guru, dan pemerhati pendidikan anak.  Tetapi foto yang diunggah adalah foto dengan pose ‘menantang’ dari seorang siswa perempuan berjilbab dengan rok tersingkap yang dipeluk dan dipegangi  bagian kewanitaannya oleh seorang  anak lelaki dari belakang, sementara 2 anak lelaki berjongkok persis disisi pahanya yang terbuka.  Mereka memakai seragam khas sekolahnya lengkap, di dalam kelas,  dan wajah yang jelas-jelas nyata, tanpa di-blur sama sekali. 

Banyak hal yang membuat saya langsung serasa tertohok melihat foto seperti itu yang ditampilkan oleh seorang  yang , yah, terlanjur dikenal sebagai ahlinya pendidikan anak.  Banyak pertanyaan yang menggelayut di benak awam ini. Apakah seperti ini caranya memperbaiki  karakter anak? Dengan menampilkan foto tak pantasnya di depan umum ? bagaimana kalau ada yang mengenali? Bagaimana nanti kondisi psikis sang anak dan orangtuanya? Juga sekolahnya yang terpampang jelas dari seragam dan logo di bajunya?  Kalaupun foto tersebut benar adanya, apakah tak ada hak anak tersebut untuk bertaubat dan memperbaikinya?  Bagaimana jika foto itu ternyata rekayasa?  Dan jawaban atas complain/usulan/comment orangpun tidak menunjukkan jiwa besarnya sebagai pendidik. Sedih rasanya mendapati bahwa orang yang kita andalkan dapat memperbaiki pendidikan, senantiasa menggaungkan pendidikan karakter dalam banyak bahasannya,tetapi nyatanya ......

Siapapun boleh tidak setuju dengan saya.  Meski saya adalah guru, saya awam teori-teori  tentang pendidikan karakter.  Di sekolah, kami menomorsatukan  membentuk karakter penghambaan , sebagai hamba kepada Rabb-nya, dengan pembiasaan. Membiasakan sholat dhuha dan zuhur, membiasakan tilawah setiap pagi, membiasakan meminta maaf, membiasakan berlaku jujur, membiasakan mengantri, berbagi, tersenyum, dan pembiasaan lainnya, yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa.  Harapan kami, pembiasaan ini akan menginternalisasi dalam diri, mengkristal, hingga kemudian dapat membentuk karakter kebaikan dalam diri seluruh warga sekolah, kemanapun mereka akan melanjutkan hidup nantinya.

Sebagai ibu, saya butuh banyak belajar.  Tak cukup teori-teori dan konsep-konsep  itu ketika sudah berhadapan dengan objeknya.  Maka saya harus terus memperbaiki pemahaman, meningkatkan kearifan.  Karena sejatinya, menjadi orangtua adalah ladang amal, untuk mendapat pahala jariah dari anak-anak berkarakter  sholeh sholehah hasil didikannya. Maka di pundak kita lah, beban pendidikan itu mestinya di emban.  Mari senantiasa belajar,  memperbaiki pemahaman, meningkatkan kearifan.  Semoga Allah jaga anak-anak kita senantiasa, dimana pun mereka berada. Semoga keikhlasan kita berganjar kebaikan dan kesholehan anak-anak kita , anak-anak didik kita, dan generasi penerus bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar