gambar dari google
Pernah dongkol saat mengantri? :-) Saya pernah...
Pernah dongkol saat mengantri? :-) Saya pernah...
Kala tengah mengantri di sebuah atm, ketika pintu terbuka,
tetiba seorang bapak yang baru datang langsung masuk begitu pintu terbuka,
sambil berkata,’ maaf ya sebentar saja’.
Yah, sebenarnya tak satu pun yang
mau berlama-lama kan. Tetapi menghindari keributan, kami di barisan, yang hanya berdua ini, tersenyum kecut.
Kali lain, ketika kami sedang berbaris antri menunggu
giliran mengambil makan dalam sebuah hajatan , sesampainya kami di meja tiba-tiba datang sekelompok orang
bapak-bapak dan ibu-ibu, sekira 15an orang. Seorang ibu yang ikut mengantri dan
berdiri persis di depan kami berlima yang sudah berbaris dan mengantri beberapa puluh menit, mengenali mereka. Setelah
melihat masih panjangnya antrian, dengan ramah ibu tersebut mempersilakan
kepada mereka yang baru datang, untuk berbaris memotong dan mendahului
mengambil makan. Kami mendelik berpandangan , sambil senyum menahan kedongkolan. Yah,
inilah negriku.
Antri. Satu kata
saja. Tapi banyak sekali maknanya.
Ia bisa berarti menghargai. Persilakan yang lebih dulu.
Ia juga bisa berarti adil, yang datang belakangan, ya
kebagian belakangan dong.
Ia juga bisa berarti, halal, karena tidak mengambil hak
orang lain.
Ia juga bisa berarti sabar, mengambil nafas sejenak, memberi kesempatan oksigen lebih banyak masuk ke
paru-paru, agar pikiran jernih dan laku tak mengambil langkah keliru.
Ia bisa berarti kita harus berkomitmen untuk bangun lebih
dini, datang lebih pagi, agar kerja kita lebih cepat diberesi , dan bisa beralih
pekerjaan yang lain lagi
Ia memberi arti, berapa
sebenarnya ‘harga’ diri kita sendiri.
Maka patutlah kita sangsi, jika kini orang-orang banyak
korupsi, mungkin karena dulu tidak belajar antri.
Mau cepat dapat komisi tanpa perlu mengandalkan gaji.
Mau cepat tiba di puncak
meski banyak korban terdepak. Tak didengar walau sudah teriak-teriak.
Tak peduli zolim, tak peduli menghargai, tak peduli haram.
Maka patutlah kita menduga, jika banyak remaja tawuran,
mungkin karena dulu tidak diajari sabar menunggu
giliran.
Tak sempat menarik nafas menajamkan perasaan, supaya
emosinya bisa dikendalikan.
Maka patutlah juga kita mengira, jika banyak pejabat tak kompeten
di bidangnya, mungkin karena dulu malas mengantri diklat-nya. Jalan pintas pun dibentang, supaya
licin, mulus tanpa aral merintang.
Tak peduli kerja harus rapi dengan komitmen terus memperbaiki , agar hasilnya mumpuni. Bukannya
serobot sana serobot sini.
Padahal antri, adalah memberi arti, berapa ‘harga’ diri kita
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar