
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. (Al Hujuraat :6)
Adalah ia pemuda gagah perkasa. Piawai menunggang
kuda. Panglima pasukan ternama. Tidak, ini bukan kisah Pangeran dan
Cinderella. Ini adalah kisah nyata. Mengisi lembar-lembar sejarah sebuah bangsa. Dialah
ksatria, Al Walid bin Uqbah namanya.
Adalah ia pemuda gagah berani. Sudah banyak jasanya
mengharumkan negeri. Hingga Rasul memberikan amanah untuk dijalani. Mengumpulkan zakat dari rakyat yang telah
mengimani.
Namun syaitan sungguh tak ingin diam. Dibisikkanlah
was-was dan kekhawatiran akan keselamatan. Meski Bani Musthaliq lelah
menunggu, sang utusan pengumpul zakat
tak jua bertamu. Karena ia tlah berbalik
ke belakang. Khawatir kedatangannya
disambut pedang. Tega ia katakan, Bani
Musthaliq telah menentang! Tak hendak membayar zakat yang telah ditetapkan.
Bahkan menyiapkan tentara berpedang untuk penyambutan.
Rasulullah tak tinggal diam. Disiapkan tentara untuk
memerangi. Karena percaya kebenaran informasi. Dari seorang utusan pemberani.
Tetapi demikianlah, kebenaran akan terungkap,
kebatilan akan terlindas zaman. Dua
pasukan bertemu dalam keimanan. Jelaslah kini siapa pecundang. Tetapi, pondasi iman telah kokoh tertanam. Ia akui kesalahan, ia terima hukuman. Ia
bersihkan diri, berharap pengampunan seetelah penyesalan.
Maka inilah kita sekarang. Jaman telah berganti. Berita begitu mudah mengisi hari-hari hanya
dengan sekali mengetikkan jari. Informasi bertebaran, tak lagi melulu melalui
kertas koran. Apakah semua akan kita telan?
Maka inilah kita sekarang. Kebaikan keburukan silih berganti muncul dihadapan. Di depan mata, seolah semua nyata adanya. Tanpa kita tahu adakah yang rekayasa. Begitu mudah membuat gundah. Tak dinyana membuat gulana. Rakyat terpisah dari pemimpinnya. Pejabat tak tahu kondisi rakyat sebenarnya. Suami curiga kepada istrinya. Anak tak nyaman dengan orangtuanya. Semua bisa terjadi karena berita.
Maka terhadap semua berita itu, ”Tabayun-lah”-Ia berpesan- periksalah dengan teliti. Jangan sampai berita yang sampai di telinga,
kita tanggapi dengan emosi. Jangan sampai membuat kita bertindak yang kemudian
akan kita sesali. Tabayun-lah.
Periksalah. Berhati-hatilah.
Walid bin Uqbah adalah satria andalan. Hidup dalam
asuhan Sang Rasul Teladan. Keimanannya yang semula, telah kokoh tertanam.
Adalah manusiawi tergoda bisikan syaithan.
Lalu ia kembali dalam pertaubatan. Menyesali kesalahan. Lalu larut kembali dalam iman.
Bagaimana dengan kita?
Yaa Robbanaa, tsabbit qolbana ‘ala diinika. Yaa
Robbanaa, Kokohkan iman kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar