Menjadi sekolah favorit dan bermutu, tentu diidamkan oleh seluruh sekolah swasta. Bermutu, dengan program-program yang menarik. Bermutu, dengan guru-guru yang tidak hanya mengajar tapi juga mendidik. Dengan hati, dengan kesadaran bahwa mengajar dan mendidik adalah sarana terbaik mencapai derajat bermanfaat bagi umat. Khoirunnas, anfa’uhum linnas. Sebaik-baik manusia, adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
SDIT Rabbani saat ini
belum menjadi favorit, juga belum bisa dikatakan bermutu. Sebagai guru, kami masih tertatih-tatih mengeja
langkah menjadi pendidik generasi.
Sebagai kepala sekolah, kami masih terseok-seok meniti jalan menjadikan
sekolah ini yang terbaik. Berusaha
memenuhi standar nasional pendidikan dengan segenap kemampuan. Terus terang, kami membutuhkan bantuan setidaknya
support moral dari para warga sekolah.
Meski demikian, memasuki tahun ketiga, masyarakat peminat
sdit rabbani alhamdulillah lebih banyak dari lokal yang tersedia. Sehingga dari target 20 orang/rombel terpaksa
kami tambahkan hingga menjadi 25/rombel.
Pada penerimaan siswa tahun-tahun sebelumnya, kami menerima pendaftar
tercepat. Jika telah mencapai kuota,
maka penerimaan kami tutup. Namun pada
tahun ini kami putuskan untuk mengadakan seleksi untuk menyaring siswa dengan
harapan lebih adil buat orangtua yang berminat menyekolahkan anaknya
disini. Mereka yang mendaftar belakangan
tetap punya peluang untuk bersaing
secara fair dengan mereka yang mendaftar lebih awal.
Maka diadakanlah tes kematangan siswa dengan beberapa skala
penilaian, bekerjasama dengan lembaga konsultasi psikologi ‘sakha brothers’. Kami tidak melakukan tes baca tulis ataupun
tes IQ untuk menyaring siswa, karena itu adalah salah satu peran mendidik yang
harus dilakukan guru di sekolah. Namun ternyata, tes ini menimbulkan kendala
lainnya. Tidak semua orangtua, bahkan
guru, siap ketika mendapati anaknya
tidak diterima. Di institusi lain, ini
adalah peluang munculnya praktek-praktek yang tidak diinginkan. Mulai dari “tekanan yang berkuasa”, “sampai
jual beli bangku”. Mulai dari “membawa
hadiah” sampai “ucapan terimakasih”, mulai yang legal berupa “uang bangunan”
puluhan juta, sampai dengan praktek-praktek yang menghalalkan segala cara.
Dengan dilandasi semangat mencerdaskan generasi bangsa, kami
mengusahakan pendidikan dimulai dari diri.
Pembentukan karakter peserta didik dimulai dari pembentukan karakter
penyelenggara sekolah. Bagaimanakah mungkin
karakter baik anak didik akan terbentuk jika pihak penyelenggara sekolah
menyelenggarakan praktek tidak terpuji?
Bagaimana mungkin kita berbagi kebaikan, sementara diri kita sendiri
melakukan keburukan?
Sesungguhnya, Innama
bu’isttu li uuta mimma makaarimal akhlak. Sesungguhnya
aku diutus, untuk menyempurnakan akhlak (al hadis). Basic akhlak yang dibawa secara fitrah dalam
diri setiap orang, harus senantiasa disempurnakan dengan pendidikan berkarakter
yang dimulai sejak dini, sebelum ia tergerus oleh lingkungan buruk. Disinilah
kerja kita dimulai. Ibda’ binafsik.
Semoga langkah yang tertatih ini akan kuat juga akhirnya. Semoga langkah yang terseok ini akan teguh juga akhirnya. Seperti kata Ust Rahmat Abdullah (Allahu yarham):
Teguh adalah nafas rijalul haq (pejuang kebenaran) sepanjang zaman. Mereka tak hanyut di air, tak hangus di api, tak melayang di angin, tak goyah oleh tumpukan harta, kemilau tahta, dan rayuan wanita. Kiprah mereka hanya satu: Tetap teguh dalam bergerak & terus bergerak dalam keteguhan.
Mari Kita Mulai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar