Jumat, 26 Oktober 2012

Umbi Cinta




Satu hal yang paling kusuka dengan tibanya bulan Oktober  adalah bermekarannya bunga-bunga Amarilis.  Perjalanan yang cukup lancar menuju Palembang Senin lalu, membuatku sangat menikmati pemandangan kiri kanan jalan. Subhanallah, melihat amarilis dengan warna oren-merahnya yang khas berrmekaran di sepanjang pinggir jalan.  Bergerombol, berbaris, atau serumpun sendiri.  Tumbuh liar ataupun memang ditanam,  di luar pagar perkantoran, di taman –taman, juga ada yang tertata indah di balik-balik pagar rumah penduduk.  Subhanallah. Sungguh Allah Maha Pandai Mencipta.

Amarilis, adalah tanaman bunga berumbi sebangsa lili ataupun bakung.  Pada musim kemarau yang tampak hanya daun-daunnya yang hijau memanjang. Bahkan pada saat kekeringan daun-daun itu mengering dan layu, meninggalkan umbinya di dalam tanah yang berada pada masa stagnan.  Barulah pada saat hujan mulai turun umbinya tadi bergeliat, menumbuhkan tunas-tunasnya dengan cepat dan pada bulan Oktober biasanya bunga-bunganya sudah muncul menyegarkan mata yang melihatnya, menumbuhkan semangat dan melambungkan optimisme siapapun yang memandangnya.

Barangkali  demikianlah sesungguhnya kondisi setiap kita.  Kita menyimpan umbi cinta setiap waktu di dalam hati kita. Kita punya potensi mencintai orangtua kita,  suami/istri kita, anak-anak kita, teman dan saudara. Namun  saat kering, tanpa sejuknya siraman umbi cinta itu akan menanggalkan bunganya, mengeringkan daun-daunnya.  Tinggallah sang umbi terpendam di lubuk hati, tertutup padatnya aktivitas, tertimpa kesatnya peluh, terbakar tingginya tegangan emosi, tergeser oleh angka-demi angka yang telah kita susun sebagai target. Sehingga yang tampak keluar adalah gugurnya bunga-bunga ukhuwwah, keringnya daun-daun rahmah dari wajah kita, menguapnya kadar cinta kita kepada anak-anak kita....

Alangkah indahnya jika umbi cinta itu senantiasa kita siram dengan jernihnya air wudhu, taushiyah orang-orang sholeh, bahkan dengan airmata taubat.  Jikalah amarilis memang hanya dapat berbunga setahun sekali, tidak demikian dengan umbi cinta insan yang telah dicipta sempurna. Ia dapat tumbuh dan berbunga sepanjang musim di diri kita.  Menebar keindahannya, menyebar kasih sayangnya, menunjukkan jatidirinya sebagai hamba, sehingga orang-orang disekelilingnya tidaklah mendapat kecuali ketenangan ketika bersamanya.  Bertambahlah keimanan ketika  memandangnya. Kita hanya perlu merutinkan siramannya, dan memberikan pupuk sesuai porsinya. Semoga kita bisa.

Muara Enim, Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar