Rabu, 03 Oktober 2012

DISORIENTASI

*catatan jaulah wilda sumatera @dpw sumsel

Di titik ini kita bermula. Nahnu du’at, qobla kulli syai’in.  Kita ini da’i (penyeru), sebelum (profesi) lainnya. Qul Hazihi sabiili, ad’u ilallah, ‘ala bashiroh.  Katakanlah, inilah jalanku, menyeru kepada Allah, dengan kebenaran hujjah yang nyata.
Di titik ini kita bermula. Kebutuhan akan penunaian amanah dari sang Pemberi.  Kebutuhan akan pemenuhan janji yang telah diikrarkan kala kita berjanji setia dengan kesaksianNya. Kebutuhan akan diterimaNya segala amal ibadah kita.
Maka para da’i memulai dari menyeru dirinya sendiri.  Ibda’ binafsik. Memperbaiki niatnya, pemahamannya, amal perbuatannya, akhlaknya, fikrohnya. Lalu beranjak ke orang-orang sekitarnya, keluarganya. Lalu mereka bekerjasama dalam jamaah dengan sesama da’i, menyeru masyarakat luas.
Ketika kemudian Allah melihat kesungguhan para da’i dalam menyeru, Ia berikan amanah-amanah yang lebih besar. Dakwah mulai diterima segala lapisan. Seperti Yusuf as yang mulai dipercaya sang Raja. Da’i mulai masuk di insitusi-institusi negara mulai dari ibukota sampai ke penjuru daerah.  Tentu untuk mewarnai agar lingkungan menjadi lebih Islami.  Dengan ketawadhuannya, kesederhanaannya, qona’ahnya, profesionalitasnya, itqonnya dalam bekerja, kebermanfaatannya bagi ummat. Di masa inilah integralitas pemahaman yang didapat diaplikasikan seluruhnya, segala bidang, segala sisi.
Tetapi berdakwah tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bersinggungan dengan kekuasaan, berinteraksi dengan ragam manusia yang sebagiannya jauh dari nilai-nilai universal sekalipun bisa jadi membuat sang da’i jatuh bangun dalam menegakkan konsep-konsepnya. Dalam merealisasikan pemahamannya.  Bukan tidak mungkin yang terjadi justru sebaliknya.  Sang da’i terwarnai.
Di saat inilah disorientasi bisa terjadi. Terlupa dimana mulanya kaki ini berpijak. Kehilangan arah kemana mestinya langkah ini bertujuan.
Sesungguhnya roda dakwah akan terus berputar, dengan atau tanpa kita. Ada banyak orang yang menjualkan dirinya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dengan berjuang di jalanNya. Karena itu sesungguhnya kitalah yang membutuhkan dakwah ini. Kita ingin bahagia yang sesungguhnya. Oleh karenanya, kita perlu kebersamaan dengan yang lainnya agar ada yang mengingatkan.  Kita perlu arahan dan bimbingan para qiyadah agar ada yang menyatukan langkah-langkah kita. Kita perlu berjamaah, agar ada yang membantu bangkit manakala kita terjatuh. Dan mungkin, kita juga perlu hukuman, agar kesalahan dan kelalaian jadi pembelajaran.
Jika gemerlap dunia mulai menelusup sedikit demi sedikit, mungkin kita perlu menghitung seberapa lama tarbiyah telah tertinggalkan, seberapa banyak amalan telah kita lalaikan. Jika gaya hidup mulai berubah mungkin kita perlu melihat dengan siapa hati kita tautkan. Pun ketika hati kita lebih sering sakit melihat kesuksesan oranglain, ketika mulut kita lebih banyak berkomentar melihat pekerjaan oranglain, mungkin sudah saatnya kita berhenti sejenak, duduk bersama orang-orang sholeh, sesaat saja.  Membiarkan hati kita mendengar petuah-petuahnya. Membiarkan alam bawahsadar kita kembali mengingat dimana pijakan kita bermula, kemana bertujuan. Membiarkan bara yang meredup dalam dada kita kembali menyala. Dan Mulai Berdoa.  Semoga Allah istiqomahkan kita dijalanNya. Senantiasa. Aamiin.
29 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar