*catatan jaulah wilda sumatera @dpw sumsel
Di titik ini kita
bermula. Nahnu du’at, qobla kulli syai’in.
Kita ini da’i (penyeru), sebelum (profesi) lainnya. Qul Hazihi sabiili,
ad’u ilallah, ‘ala bashiroh. Katakanlah,
inilah jalanku, menyeru kepada Allah, dengan kebenaran hujjah yang nyata.
Di titik ini kita
bermula. Kebutuhan akan penunaian amanah dari sang Pemberi. Kebutuhan akan pemenuhan janji yang telah
diikrarkan kala kita berjanji setia dengan kesaksianNya. Kebutuhan akan
diterimaNya segala amal ibadah kita.
Maka
para da’i memulai dari menyeru dirinya sendiri.
Ibda’ binafsik. Memperbaiki niatnya, pemahamannya, amal perbuatannya,
akhlaknya, fikrohnya. Lalu beranjak ke orang-orang sekitarnya, keluarganya.
Lalu mereka bekerjasama dalam jamaah dengan sesama da’i, menyeru masyarakat
luas.
Ketika
kemudian Allah melihat kesungguhan para da’i dalam menyeru, Ia berikan
amanah-amanah yang lebih besar. Dakwah mulai diterima segala lapisan. Seperti
Yusuf as yang mulai dipercaya sang Raja. Da’i mulai masuk di insitusi-institusi
negara mulai dari ibukota sampai ke penjuru daerah. Tentu untuk mewarnai agar lingkungan menjadi
lebih Islami. Dengan ketawadhuannya,
kesederhanaannya, qona’ahnya, profesionalitasnya, itqonnya dalam bekerja, kebermanfaatannya
bagi ummat. Di masa inilah integralitas pemahaman yang didapat diaplikasikan
seluruhnya, segala bidang, segala sisi.
Tetapi
berdakwah tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bersinggungan dengan
kekuasaan, berinteraksi dengan ragam manusia yang sebagiannya jauh dari
nilai-nilai universal sekalipun bisa jadi membuat sang da’i jatuh bangun dalam
menegakkan konsep-konsepnya. Dalam merealisasikan pemahamannya. Bukan tidak mungkin yang terjadi justru
sebaliknya. Sang da’i terwarnai.
Di
saat inilah disorientasi bisa terjadi. Terlupa dimana mulanya kaki ini
berpijak. Kehilangan arah kemana mestinya langkah ini bertujuan.
Sesungguhnya
roda dakwah akan terus berputar, dengan atau tanpa kita. Ada banyak orang yang
menjualkan
dirinya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dengan berjuang di jalanNya. Karena
itu sesungguhnya kitalah yang membutuhkan dakwah ini. Kita ingin bahagia yang sesungguhnya. Oleh
karenanya, kita perlu kebersamaan dengan yang lainnya agar ada yang
mengingatkan. Kita perlu arahan dan
bimbingan para qiyadah agar ada yang menyatukan langkah-langkah kita. Kita
perlu berjamaah, agar ada yang membantu bangkit manakala kita terjatuh. Dan
mungkin, kita juga perlu hukuman, agar kesalahan dan kelalaian jadi
pembelajaran.
Jika
gemerlap dunia mulai menelusup sedikit demi sedikit, mungkin kita perlu
menghitung seberapa lama tarbiyah telah tertinggalkan, seberapa banyak amalan
telah kita lalaikan. Jika gaya hidup mulai berubah mungkin kita perlu melihat
dengan siapa hati kita tautkan. Pun ketika hati kita lebih sering sakit melihat kesuksesan oranglain,
ketika mulut kita lebih banyak berkomentar melihat pekerjaan oranglain, mungkin
sudah saatnya kita berhenti sejenak, duduk bersama orang-orang sholeh, sesaat
saja. Membiarkan hati kita mendengar
petuah-petuahnya. Membiarkan alam bawahsadar kita kembali mengingat dimana
pijakan kita bermula, kemana bertujuan. Membiarkan bara yang meredup dalam dada
kita kembali menyala. Dan Mulai Berdoa.
Semoga Allah istiqomahkan kita dijalanNya. Senantiasa. Aamiin.
29 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar